Sabtu, 24 Desember 2011

DRUMBAND TK HANG TUAH 16 TEGAL

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER TK HANG TUAH 16 TEGAL






PEMERIKSAAN GIGI

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PEMERIKSAAN GIGI GRATIS SETIAP 6 BULAN SEKALI









VISI, MISI DAN TUJUAN TK HANG TUAH 16 TEGAL

VISI

MAJU TERUS PANTANG MUNDUR, MENYIAPKAN ANAK DIDIK YANG CERDAS, TRAMPIL DAN BERTAQWA

MISI
- MENYELENGGARAKAN PENDIDIKAN YANG BERMUTU,BERKUALITAS

- MENUMBUH KEMBANGKAN ANAK SESUAI DENGAN KEMAMPUANNYA

- MEMPERSIAPKAN ANAK DIDIK YANG MANDIRI UNTUK JENJANG PENDIDIKAN SELANJUTNYA

TUJUAN

ANAK CERDAS BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA, BERBUDI LUHUR, MEMILIKI KEMANDIRIAN DAN PRESTASI SESUAI KEMAMPUAN.


Jumat, 09 Desember 2011

PADA TANGGAL 03 NOPEMBER 2011 ANAK-ANAK TK HANGTUAH 16 TEGAL MENGIKUTI PIN DI POS YANDU JALAN GARUDA TEGAL UNTUK IMUNISASI FOLIO DAN CAMPAK




     



Minggu, 04 Desember 2011

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER TK HANG TUAH 16 TEGAL
BERENANG DI OBJECK WISATA PURWAHAMBA INDAH KABUPATEN PEMALANG






KEGIATAN EKSTRAKURIKULER TK HANGTUAH 16 TEGAL 
MENAIKI KAPAL PATROLI TNI AL











Komandan Lanal Tegal dan Anggota Pengawas Perwakilan Tegal Yayasan Hang Tuah Ibu Ayu Friche Flack beserta Staff hadir di TK Hang Tuah 16 Tegal



Atraksi Drumband TK Hang Tuah 16 Tegal 

Komandan Lanal Tegal memberikan pengarahan dalam rangka Kunjungan ke TK Hang Tuah 16 Tegal





Kamis, 03 November 2011

BELAJAR BAHASA INGGRIS DI TK

Bahasa Inggris Untuk TK, Mungkinkah? Sulitkah?


   SANGAT MUNGKIN, Bahasa Inggris atau bahasa apapun sebenarnya intinya adalah habit kebiasaan, kalau kebiasaan itu ditanamkan sejak dini mungkin akan lebih mudah menguasainya, kenapa orang Bali bisa bahasa Bali? karena sejak bayi lingkunganya Bahasa Bali. Ini juga berlaku buat bahasa Inggris.

Pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat Taman Kanak kanak atau TK sangat penting mengingat peranannya di era globalisasi seperti sekarang ini. Hampir setiap hari anak TK mendengar kedua orang tuanya menyebut di photo copy, printer,di print , di upload, di install dsb. Untuk itulah pengajaran Bahasa Inggris di tingkat Taman Kanak Kanak ini penting diperkenalkan sejak dini. Tetapi perlu digaris bawahi bahwa tujuan pembelajaran bahasa inggris untuk anak TK bukan untuk mereka fasih berbahasa inggris tetapi bagaimana caranya mereka senang bahasa inggris sehingga di tingkat pendidikan yang lebih tinggi mereka mau belajar bahasa inggris.
Ada beberapa pengamat menilai bahwa pemberian pelajaran bahasa Inggris sejak tingkat taman kanak-kanak (TK) memberatkan siswa karena bahasa Inggris bukan bahasa nasional atau bahasa ibu yang sering mereka dengar dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi hal itu tidak sepenuhnya benar. Menurut penelitian, anak-anak TK umur 5-6 tahun bisa dengan cepat mengucapkan kata baru yang sulit. Hal ini disebabkan anak-anak di usia mereka masih sedikit mempunyai konsep di dalam pikirannya berbeda dengan orang dewasa yang terkadang melawan konsep yang diberikan, karena konsep bahasa ibu terkadang berbanding terbalik dengan bahasa Inggris. Hal ini merupakan sebuah keuntungan dan sekaligus kelemahan karena karakteristik anak TK cepat belajar dan cepat lupa. Mereka cepat belajar sesuatu tetapi hanya memiliki short term memory, sehingga harus digunakan berbagai metode dan teknik agar anak-anak tetap mengingatnya.
Dunia anak adalah dunia bermain. Maka dari itu, sistem pengajaran kita harus mengikuti pola pikir dan dunia mereka. Jadikanlah materi yang anda berikan semenarik mungkin seperti permainan yang biasa mereka lakukan. Jadi dalam mengajarkan bahasa kepada mereka, input harus benar agar outputnya juga bagus. Jangan pernah mengatakan hal yang salah kepada anak TK karena mereka akan mengikuti yang salah. Kunci sukses mengajar anak adalah sabar. Jangan sekali-kali membentak dan memarahi anak yang tidak mengerti ataupun susah mengerti. Dekatilah mereka dan tanyakan apa yang mereka tidak mengerti dan ajarkan secara perlahan-lahan.
Pertanyaannya, bagaimana caranya untuk membuat pengajaran bahasa Inggris ini menjadi menarik di mata anak-anak TK, bukan menjadi momok atau sesuatu yang menakutkan. Karekteristik mereka adalah cepat belajar dan cepat lupa, agar mereka mempunyai long term memory bisa digunakan beberapa cara:
1. Vocabulary, vocab atau kosakata dalam bahasa Inggris yang diberikan kepada siswa TK sebaiknya tematis, mengikuti tema-tema yang ada dalam kurikulum TK. Misalnya, pada saat saat guru kelas sedang mengajarkan tema “DIRI SENDIRI”, maka kita pun sebagai guru Bahasa Inggris sebaiknya mengajarkan kosakata terkait, misalnya tentang anggota tubuh dan panca indra.
2. Short expressions, Gunakan ungkapan bahasa Inggris sederhana secara berulangulang setiap hari, sehingga mereka akan terbiasa/bisa tanpa mereka sadari. Misalnya: ungkapan-ungkapan (phrasa atau sentence) dasar, mulai dari tanya jawab salam sapa, nama, umur dan ungkapan-ungkapan di ruang kelas (classroom expressions: Sitnicely!, Sit down please!, Stand up, please!) dan seterusnya.
3. Media yang bervariasi, jangan menggunakan media yang monoton. Ini bisa berupa flash card atau gambar, alangkah baiknya menggunakan real things atau video untuk mengajarkan kosakata. Anak-anak mudah sekali tertarik terhadap apapun yg ada disekeliling mereka. Jadi dalam proses pengajaran, anda bisa menggunakangambar-gambar pada dinding kelas TK yang biasanya ada gambarnya atau benda-benda yang ada disekitar sekolah. Secara tidak langsung mereka akan mengingat hal itu tanpa harus kita suruh.
4. Songs & Movement, bila anda tidak mau menyanyi saat mengajar Bahasa Inggris di TK sebaiknya anda berhenti menjadi guru Bahasa Inggris di TK. Tetapi perlu diingat lagu-lagu yang anda ajarkan juga sebaiknya sesuai dengan tema yang diajarkan, dan usahakan setiap lagu yang diajarkan ada gerakannya agar mereka merasa bermain.
5. Story Telling: selain lagu, story telling juga bisa digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini dilakukan karena anak-anak cepat bosan kalau cuma hanya diberikan nyanyian terus-menerus. Anak–anak akan lebih antusias jika mereka mendengar cerita. Story tellingini juga bisa dikombinasikan dengan song, sebelum mereka diajarkan bernyayi, ada baiknya kita menceritakan isi lagu tersebut.
6. Games: Permainan juga bisa digunakan dalam pengajaran bahasa inggris. Usahakan permainan yang dilakukan ada movement dalam artian mereka bergerak. Contohnya kita mau mengajarkan tentang Fruit: kita siapkan 4 buah(apple, mango, orange and banana) yang diletakkan di setiap pojok kelas, siswa dikumpulkan ditengah. Siswa diberi instruksi: run to the apple!, run to the orange! dll. Anak-anak akan berlari menuju buah yang dimaksud.
7. Drill &Reading Aloud: untuk melatih pronunciation anak, teknik ini bisa digunakan. Anak-anak secara bersama- sama mengikuti pelafalan guru. Teknik ini sangat efektif karena anak-anak di usia mereka suka mengikuti apa saja yang diucapkan salah satu temannya.
8. Reward: pemberian penghargaan kepada anak-anak yang aktif dan bersikap baik untuk memotivasi mereka selalu aktif berpartisipasi. Reward ini diusahakan jangan makanan, karena akan mengganggu proses pembelajaran, stiker kartun yang berwarna bisa digunakan untuk memotivasi belajar anak.
Inilah beberapa teknik pengajaran TK yang di aplikasikan oleh Ulearn International. Sampai saat ini ada beberapa sekolah TK di Kabupaten Klungkung, Bangli, Gianyar dan di Denpasar, yang sudah di ajar menggunakan cara cara yang di paparkan di atas. Dampaknya di kelas anakanak menjadi aktif berpartisipasi, riang gembira dan sangat antusias menyapa gurunya bila suatu saat berlalu di halaman sekolah. Menandakan bahwa pembelajaran bahasa inggris yang merupakan bahasa asing bagi siswa di senangi karena menggembirakan.
Proses belajar mengajar ini tentu tidak lengkap bila tidak di dukung oleh alat-alat pendukung yang memudahkan siswa untuk berinteraksi. Melihat kebutuhan itu Ulearn International mencetak buku panduan Bahasa Inggris untuk TK A dan TK B. Buku tersebut di susun berdasarkan pengalaman beberapa tahun mengajar di kelas TK dan di sessuaikan dengan kurikulum TK dari pemerintah.
Endra Krisna
ULearn International Klungkung
Jln. Puputan No.46 Semarapura
Telp. 0366-531 3911

Rabu, 02 November 2011

Bagaimana Calistung Untuk Anak Usia Dini?

     

Dalam peraturan pendidikan di Negara manapun mengatakan bahwa pembelajaran baca, tulis, dan berhitung (calistung) adalah di usia sekolah dasar, jelasnya dimulai umur enam tahun. Ee… di Negara kita Endonesia justru pergerakan pendidikan non pemerintah sedang berlomba mengajarkan calistung di TK bahkan plegrup. Suatu kali seorang ibu menunjukkan padaku buku anaknya yang TK. Dalam buku itu si anak menulis nulis kalimat-kalimat dalam bahasa Inggris, dan membuat hitungan penambahan sampai tiga digit yang jalannya ditambah ke bawah. He? Mataku membelalak. Ibunya bilang, tapi dia bisa.
Banyak testemoni (terutama dari yang punya sekolah) mengatakan begini saat terjadi debat: “Anak TK boleh saja diberi pelajaran calistung, asalkan tidak memaksa dan fun”.
“Lebih cepat lebih baik”. “Anak-anak bisa kok”. Bahkan sering ada iklan CD ROM pelajaran bahasa Inggris untuk anak-anak yang mengatakan katanya: sudah ada bukti ilmiah bahwa anak-anak lebih mudah mempelajari bahasa asing daripada orang dewasa. Jadi digempurlah anak-anak dengan bahasa asing (ini namanya menyalahgunakan dan mengatasnamakan penelitian).
Anak-anak bisa membaca, menulis, dan berhitung di usia yang begitu dini? Bahkan banyak orang tua yang saling berbagi mengajarkan bayi membaca dengan menggunakan flash card dan dot matriks. Katanya mumpung usia emas, nanti di usia 3 tahun otak selesai pertumbuhannya kalau gak dipakai sel otaknya mati. Malah ada seseorang yang beragumen bahwa otak anak sangat plastis bisa diisi tak terbatas.
Alasan mengajarkan calistung di usia balita, katanya supaya siap di kelas satu SD. Kesiapan pembelajaran itu bukan karena sudah bisa calistung buat di kelas satu SD, tapi kematangan anak dalam menerima pembelajaran (school readiness).
Prasyarat berketrampilan belajaran adalah jika anak matang dalam:
1. Perkembangan bahasa dan bicara
Support anak kita dalam berkemampuan berbahasa dalam bentuk:
- pengucapan yang jelas
- bertanya dan menjawab pertanyaan
- mampu dengan baik mendengarkan orang lain berbicara
- mengerti dan memahami perintah
- bisa menunjukkan bahwa ia mencintai buku bacaan (bukan membacanya)
- memahami bahwa setiap huruf dan kata mempunyai arti bunyian
- mampu mengenali alphabet dan angka
- dapat menggambar dan mencoba menulis dengan cara mengkopi huruf2 (bukan menuliskan kalimat2)
2. Perkembangan kemampuan matematika
Support anak kita agar ia kelak mampu menempuh pelajaran matematika
- memisahkan berbagai benda (bentuk, warna, tekstur)
- menggunakan kata-kata untuk menunjukkan benda-benda tertentu dan apa kegunaannya
- dapat mengidentifikasi dan mengkopi pola-pola sederhana
- menggunakan kata-kata untuk menjelaskan posisi (atas, bawah, depan, belakang) dan urutan (pertama, kedua, selanjutnya)
- menghitung objek
- menggunakan kata-kata untuk berkomunikasi dan memahami angka dan hubungan (lebih banyak, lebih sedikit, sama banyak, lebih besar, lebih kecil)
3. Perkembangan fisik
- ajari ia agar mempunyai kordinasi motorik kasar yang baik melalui kegiatan berlari, loncat, memanjat, keseimbang, menangkap dan melempar bola, dan seterusnya.
- Perkembangan motorik halus terutama kelenturan pergelangan tangan, kordinasi jari-jari dan kordinasi mata-tangan agar ia bisa menulis dengan baik dengan cara: pasang-buka kancing, menalikan tali sepatu, menggunting, menggambar, menempel-nempel, menusuk-nusuk, meronce, dan seterusnya
- Senantiasa menjaga kebersihan badan dan berpakaian rapih (mandi, gosok gigi)
- Selalu awas terhadap hal hal yang dapat membahayakan
4.Berkemampuan sains
Bukan berarti lalu diajarkan ilmu-ilmu atau sains seperti fisika, biologi dlsb, tetapi dalam hal ini adalah:
- Ajak agar ia tertarik pada lingkungan alam
- Mempunyai kebiasaan bertanya
- Membuat prediksi (memperkirakan hal-hal apa yang dapat terjadi)
- Memanfaatkan panca indera untuk mendapatkan informasi (data)
- Mengumpulkan informasi dan membicarakannya
- Melihat apa perbedaan dan persamaan dari informasi yang dikumpulkan
- Menjelaskan dengan bahasa bicara mengapa sesuatu dapat terjadi
5. Kepekaan sosial
- Jelaskan pada anak kita bagaimana manusia hidup, masa lalu, masa kini, dan di belahan dunia lain
- Cerita-cerita tentang berbagai budaya dan kebiasaan manusia dari beragam kelompok
- Ceritakan bagaimana manusia hidup dan memecahkan masalah hidup, kebiasaan mencari makan (industri, pertanian, pekerja), dan bagaimana manusia dapat hidup bersama-sama dalam suatu kelompok
- Bercerita tentang keluarga, famili, tetangga, dan lingkungan
6. Perkembangan sosial emosional
- Bagaimana bergaul dengan orang lain, bagaimana bersikap terhadap orang yang lebih tua, anak-anak, dan anak yang lebih kecil
- Bagaimana membangun dan menjaga persahabatan
- Bagaimana harus mengekspresikan emosi
- Bagaimana harus mengendalikan emosi
- Bekerjasama dalam kelompok, membangun peraturan bermain bersama, saling memberi dan menerima, menunggu giliran, dan menghormati anggota kelompok lainnya
- Bagaimana memulai kegiatan dan mengakhirinya
- Tahu artinya tanggung jawab atas apa yang diperbuatnya
7. Seni
- menggambar, bernyanyi, dansa, bermain sandiwara, pekerjaan tangan, dlst
8. Disiplin
Buatkan kegiatan terstruktur seperti jam mandi, makan, bermain, cuci tangan sebelum makan, dan gosok gigi.
9. Etika dalam pergaulan
Memberi salam, berterima kasih, minta maaf, dan seterusnya.
Hal-hal di atas adalah school readiness untuk anak-anak pada umumnya, secara garis besar untuk kelompok anak normal, tapi untuk anak yang mempunyai perkembangan kurang, baik yang perkembangannya lompat ke depan (Gifted) maupun tertinggal (Under achiever dll) akan dibahas secara khusus.
Hal hal di atas dibutuhkan agar ia mampu mencapai prestasi secara optimal di sekolah. Gangguan perkembangan kematangan sosial emosional saja dapat menyebebabkan ia di buly buly atau diejek-ejek oleh temannya bisa menyebabkan rasa aman dan ketenangannya bersekolah terganggu, akibatnya ia enggan mengasah otaknya di sekolah…


Belajar Membaca dengan Metode Glenn Doman
      

Persoalan membaca, menulis, dan berhitung atau calistung memang merupakan fenomena tersendiri. Kini menjadi semakin hangat dibicarakan para orang tua yang memiliki anak usia taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar karena mereka khawatir anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolahnya nanti jika sedari awal belum dibekali keterampilan calistung.
Kekhawatiran orang tua pun makin mencuat ketika anak-anaknya belum bisa membaca menjelang masuk sekolah dasar. Hal itu membuat para orang tua akhirnya sedikit memaksa anaknya untuk belajar calistung, khususnya membaca. Terlebih lagi, istilah-istilah “tidak lulus”, “tidak naik kelas”, kini semakin menakutkan karena akan berpengaruh pada biaya sekolah yang bertambah kalau akhirnya harus mengulang kelas.
Selama ini taman kanak-kanak didefinisikan sebagai tempat untuk mempersiapkan anak-anak memasuki masa sekolah yang dimulai di jenjang sekolah dasar. Kegiatan yang dilakukan di taman kanak-kanak pun hanyalah bermain dengan mempergunakan alat-alat bermainedukatif. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung tidak diperkenankan di tingkat taman kanak-kanak, kecuali hanya pengenalan huruf-huruf dan angka-angka, itu pun dilakukan setelah anak-anak memasuki TK B.
Akan tetapi, pada perkembangan terakhir hal itu menimbulkan sedikit masalah, karena ternyata pelajaran di kelas satu sekolah dasar sulit diikuti jika asumsinya anak-anak lulusan TK belum mendapat pelajaran calistung.
Karena tuntutan itulah, akhirnya banyak TK yang secara mandiri mengupayakan pelajaran membaca bagi murid-muridnya. Berbagai metode mengajar dipraktikkan, dengan harapan bisa membantu anak-anak untuk menguasai keterampilan membaca dan menulis sebelum masuk sekolah dasar. Beberapa anak mungkin berhasil menguasai keterampilan tersebut, namun banyak pula di antaranya yang masih mengalami kesulitan.
Perkembangan keterampilan membaca
Belajar membaca mencakup pemerolehan kecakapan yang dibangun pada ketrampilan sebelumnya. Jeanne Chall (1979) mengemukakan ada lima tahapan dalam perkembangan kemampuan membaca, dimulai dari ketrampilan pre-reading hingga ke kemampuan membaca yang sangat tinggi pada orang dewasa.
Tahap 0, dimulai dari masa sebelum anak masuk kelas pertama, anak-anak harus menguasai prasyarat membaca, yakni belajar membedakan huruf dalam alfabet. Kemudian pada saat anak masuk sekolah, banyak yang sudah dapat “membaca” beberapa kata, seperti “Pepsi”, “McDonalds”, dan “Pizza Hut.” Kemampuan mereka untuk mengenali simbol-simbol populer ini  karena seringnya melihat di televisi atau pun di sisi jalan serta meja  makan. Hal ini  mengindikasikan bahwa mereka dapat membedakan antara pola huruf, meskipun belum dapat mengerti  kata itu sendiri. Pengetahuan anak-anak tentang huruf dan kata saat ini secara umum lebih baik ketimbang beberapa generasi sebelumnya, hal ini  dikarenakan  pengaruh acara televisi anak seperti “Sesame Street.”
Tahap1, mencakup tahun pertama di kelas satu. Anak belajar kecakapan merekam fonologi, yaitu keterampilan yang digunakan untuk menerjemahkan simbol-simbol ke dalam suara dan kata-kata.  Kemampuan ini  diikuti dengan tahap kedua pada kelas dua dan tiga, di mana anak sudah belajar membaca dengan fasih. Di akhir kelas tiga, kebanyakan anak sekolah sudah menguasai hubungan dari huruf-ke-suara dan dapat membaca sebagian besar kata dan kalimat sederhana yang diberikan.
Perubahan dari “learning to read” menuju “reading to learn” dimulai dalam tahap 3, dimulai dari kelas 4 sampai kelas 8. Anak-anak pada tahap ini sudah bisa mendapatkan informasi dari materi tertulis, dan ini direfleksikan dalam kurikulum sekolah. Anak-anak di kelas ini diharapkan belajar dari buku yang mereka baca. Jika anak belum menguasai” how to” membaca ketika kelas empat, maka kemajuannya membaca untuk kelas selanjutnya   bisa terhambat.
tahap 4, dimulai pada saat sekolah tinggi, direfleksikan dengan  kemampuan baca yang sangat fasih.  Anak menjadi semakin dapat memahami beragam materi bacaan  dan menarik kesimpulan dari apa yang mereka baca.
Emergent Literacy
Kendati kebanyakan anak belajar membaca di sekolah, namun sebagian besar anak belajar tentang
membaca di rumah. Mereka belajar  simbol tertulis  sesuai dengan bahasa tutur ketika menyampaikan arti kepada orang lain.
Tapi kebanyakan anak pra-sekolah tidak membaca—tidak benar benar membaca. Mereka mungkin dapat mengidentifikasi Coca-Cola, Burger King, atau tanda Fruit Loops ketika melihatnya, tapi ini bukan benar-benar membaca. Kendati demikian, apa yang dipelajari anak selama berbicara dengan  orangtua tadi adalah kemampuan  menyusun tahap membaca yang sebenarnya. Gagasan bahwa ada kontinum perkembangan kemampuan membaca, dari anak usia pra-sekolah hingga yang sudah menjadi pembaca fasih, dikatakan sebagai emergent literacy.
Whitehurst dan Lonigan (199 mencatat sembilan komponen emergent literacy, sebagai berikut.
  1. Language: membaca  merupakan kemampuan bahasa, dan anak-anak harus cakap dengan bahasa tutur. kemampuan membaca yang terampil juga memerlukan lebih dari sekedar kecakapan bahasa tutur. Membaca tidak berarti refleksi bahasa tutur, di mana anak yang memiliki kecakapan bahasa yang tinggi akan menjadi anak dengan kemampuan membaca yang juga baik.
  2. Convention of print: anak-anak yang dipaparkan kepada pembacaan di rumah melalui penemuan cetak. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, anak-anak belajar bahwa membaca dilakukan dari kiri kek kanan, atas ke bawah, dan dari depan ke belakang.
  3. Knowledge of letters: Kebanyakan anak-anak dapat menceritakan ABC  sebelum mereka masuk ke sekolah dan dapat mengidentifikasi individu huruf dari alphabet (kendati beberapa anak berpikir “elemeno” adalah nama huruf antara “k” dan “p”. pengetahuan huruf sangat kritis bagi kemampuan baca. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan anak taman kanak-kanak untuk menamai huruf memprediksikan nilai  yang dapat diraihnya pada kemampuan membaca di kemudian hari.
  4. Linguistic awareness; anak harus belajar mengidentifikasi tidak saja huruf melainkan unit linguistik, seperti fonem, silabel, dan kata. Mungkin yang paling penting dari kemampuan linguistik untuk membaca adalah pengolahan fonologi, atau diskriminasi dan mengartikan berbagai suara bahasa.
  5. Korespondensi phoneme-grapheme: Ketika anak sudah memahami bagaimana mensegmentasikan dan mendiskriminasikan beragam suara bahasa, maka mereka harus mempelajari bagaimana suara ini sesuai dengan huruf tertulis. Kebanyakan proses ini dimulai di masa pra-sekolah, di mana pengetahuan huruf dan sensitivitas fonologis berkembang secara simultan dan resiprok.
  6. Emergent reading: banyak anak-anak pura-pura membaca. Mereka akan mengambil buku cerita yang sudah akrab bagi mereka dan “membaca” halaman per halamannya,  atau akan mengambil buku yang belum akrab bagi mereka dan pura-pura membaca, membuat narasi sesuai dengan gambar di halaman tersebut.
  7. Emergent writing: Sama dengan pura-pura membaca, anak-anak juga sering berpura-pura menulis, membuat garis lekuk (squiggle) pada sebuah halaman untuk “menuliskan” nama atau cerita mereka, atau merangkai huruf yang benar untuk menghasilkan sesuatu yang menurut mereka sesuai dengan cerita.
  8. Motivasi print: seberapa tertariknya anak-anak dalam membaca dan menulis? Seberapa pentingkah bagi mereka untuk memahami kode rahasia yang memungkinkan orangtua mengartikan serangkaian tanda pada sebuah halaman? Beberapa bukti mengindikasikan bahwa anak kecil lebih  tertarik dalam print(huruf cetak) dan membaca memiliki skill emergent literacy yang lebih besar ketimbang yang kurang termotivasi untuk melakukannya. Anak-anak yang tertarik dalam membaca dan menulis lebih mungkin mengetahui huruf cetak, mengajukan pertanyaan tentang print, mendorong orang dewasa untuk membacakannya untuk mereka, dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca ketika mereka sudah bisa.
  9. Other Cognitive Skill: Kemampuan kognitif individu, di samping yang berkaitan dengan bahasa dan kesadaran linguistik mempengaruhi kemampuan baca anak-anak. Berbagai aspek lain  memori sangatlah penting di sini yang juga ikut mempengaruhi kemampuan membaca.
    Hubungan antara beberapa komponen emergent literacy  dengan kemampuan baca terkadang sulit dijelaskan. Namun demikian, jelas halnya bahwa keluarga  memberikan “The Whole Package“. Munculnya keterampilan emergent literacykepada anak-anaknya akhirnya anak akan membantu nantinya untuk memiliki  kemampuan yang baca  lebih baik baik di awal sekolah maupun di kemudian hari,  daripada keluarga yang hanya memberikan paket sedikit-sedikit (Bialystok, 1996; Whitehurst & Lonigan, 1998). Ini dibenarkan dengan penelitian sebelumnya  yang melaporkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan emergent literacy selama masa pra sekolah dengan kemampuan membaca di sekolah dasar (Lonigan, Burgess, & Anthony, 2000; Storch & Whitehurst, 2002).
Kemampuan membaca dan perkembangan kognitif
Phonemic awareness,  adalah salah satu skill yang dapat memprediksikan  kemampuan membaca di kemudian hari,  Phonemic awareness adalah pengetahuan tentang huruf yang dapat dipisahkan dari suara. ‘kesadaran ini belum muncul pada anak-anak prescholl. Penelitian telah menunjukkan bahwa sensitivitas anak-anak terhadap ritme akan berujung pada kesadaran fonem, yang sebaliknya mempengaruhi kemampuan baca dan menjadikannya lebih mudah bagi anak-anak untuk mengenali kata-kata tertulis baik yang bersuara ataupun yang mirip (misalnya, cat dan at). Anak yang sedari kecil memiliki kemampuan phonemic awareness yang   baik dapat dipastikan kemampuan membacanya juga baik.
Phonologic Recoding. Alasan bahwa kesadaran Phonologis merupakan predictor untuk kemampuan baca awal adalah karena kemampuan baca awal yang secara umum melibatkan penyuaraan kata-kata. Proses phonologic recoding ini merupakan dasar dari mayoritas program instruksi membaca di AS saat ini. Anak-anak diajarkan mendengar huruf dan mencoba mencocokkan antara huruf dan suara.
Kemampuan baca yang benar-benar fasih tidak dilakukan dengan menyuarakan setiap huruf namun dengan secara langsung mendapatkan arti keseluruhan kata dari memori (keseluruhan kata yang berdasar visual).
Kunci bagi kemampuan baca yang fasih adalah proses automatization (otomatisasi), yakni pemerolehan arti kata tanpa melakukan usaha (otomatis). Kemampuan mengakses arti kata, memperluas sumberdaya terbatas dari seseorang dalam proses ini sangat penting bagi kemampuan baca yang terampil. Ketika terlalu banyak sumberdaya mental digunakan hanya untuk mendapatkan arti kata individual, maka terlalu sedikit sumberdaya yang tertinggal untuk memenggal akta-kata dan memahami arti yang lebih besar dari suatu teks.
Pengajaran Membaca
Ada dua pendekatan penting pada instruksi membaca (reading instruction) dan komentar tentang bagaimana bukti penelitian dipertimbangkan dalam topik ini. Pada dasarnya (dan secara sederhana) instruksi membaca dapat dipikirkan sebagai, baik itu (1) proses bawah ke atas (bottom-up process), anak-anak mempelajari komponen-komponen individu suatu bacaan (mengidentifikasi huruf, korespondensi suara-huruf [letter-sound
correspondence]) dan meletakkannya bersamaan untuk memperoleh makna; atau (2) proses atas ke bawah (top-down process), tujuan, pengetahuan latar belakang, dan ekspektasi anak-anak menentukan  informasi apa yang dipilih dari teks. Proses terakhir ini merupakan suatu perspektif konstruktifis, mengingat kembali ide-ide Piaget. Tentu saja, membaca yang terampil melibatkan bottom-up dan top-down process, pembuatan tiap dikotomi artifisial. Namun demikian, reading instruction, terutama pada tingkat awal, sering menekankan satu terhadap lainnya, dan oleh karena itu dikotomi memiliki beberapa dasar dalam realitas.
Kurikulum yang menekankan bottom-up process ditunjukkan melalui metode fonik (phonics method). Di sini, anak-anak diajar korespondensi suara- huruf spesifik, sering kali independen pada tiap konteks “yang penuh makna”. Kurikulum yang menekankan top-down process ditunjukkan melalui pendekatan bahasa-menyeluruh (whole-language approach). Menurut Marilyn Adams dkk., “whole-language approachmenekankan bahwa pembelajaran dilabuhkan pada dan dimotivasikan oleh makna. Selanjutnya, dikarenakan pemaknaan dan kepemaknaan yang penuh (meaningfulness) perlu didefiniskan secara internal dan tidak pernah melalui pernyataan (pronouncement), pembelajaran dapat efektif hanya pada seberapa jauh pembelajaran secara kognitif dikendalikan oleh siswa”. Oleh karena itu, kurikulum bahasa-menyeluruh (whole-language curricula) menekankan pada ketertarikan membaca (reading interesting) dan teks penuh makna (meaningful text) sejak dini. Ruang kelas di mana bahasa keseluruhan diajarkan, lebih cocok berpusat pada siswa (student centered) dibandingkan dengan berpusat pada guru (teacher centered), memiliki integrasi membaca dan menulis dalam keseluruhan kurikulum, memiliki penghindaran latihan bahasa, dan memiliki kesempatan kecil dalam hal pengelompokan kemampuan secara kaku.
Bukti penelitian yang didiskusikan semestinya membuat gamblang pentingnya pemrosesan level dasar (bottom-up) dalam pembelajaran membaca. Keterampilan fonologis merupakan prediktor tunggal terbaik kemampuan membaca (dan ketidakmampuan membaca). Kemampuan tersebut tidak berkembang secara spontan, dan biasanya mengeksplisitkan instruksi. Kurikulum yang mengabaikan phonics, mengabaikan tentang bagaimana “bermaknanya” phonics membuat pengalaman membaca, sedang meresikokan melek huruf pada kebanyakan siswanya.
Paradigma belajar Membaca Pada Anak TK: Pro dan Kontra Calistung
Perbedaan definisi belajar menjadi pangkal persoalan dalam mempelajari apa pun, termasuk belajar membaca. Selama bertahun-tahun belajar telah menjadi istilah yang mewakili kegiatan yang begitu serius, menguras pikiran dan konsentrasi. Oleh karena itu, permainan dan nyanyian tidaklah dikatakan belajar walaupun mungkin isi permainan dan nyanyian adalah ilmu pengetahuan.
Teori psikologi perkembangan Jean Piaget selama ini telah menjadi rujukan utama kurikulum TK dan bahkan pendidikan secara umum. Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung secara tidak langsung dilarang untuk diperkenalkan pada anak-anak di bawah usia 7 tahun. Piaget beranggapan bahwa pada usia di bawah 7 tahun anak belum mencapai fase operasional konkret. Fase itu adalah fase, di manaanak-anak dianggap sudah bisa berpikir terstruktur. Sementara itu, kegiatan belajar calistung sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang memerlukan cara berpikir terstruktur, sehingga tidak cocok diajarkan kepada anak-anak TK yang masih berusia balita.
Piaget khawatir otak anak-anak akan terbebani jika pelajaran calistung diajarkan pada anak-anak di bawah 7 tahun. Alih-alih ingin mencerdaskan anak, akhirnya anak-anak malah memiliki persepsi yang buruk tentang belajar dan menjadi benci dengan kegiatan belajar setelah mereka beranjak besar.
Pesan yang ditangkap dari teori Piaget sering kali berhenti pada “larangan belajar calistung”, namun tidak banyak orang memahami alasannya. Padahal perkembangan dalam pembelajaran di era informasi sekarang ini sebenarnya sudah semakin jauh berubah. Topik pelajaran bukanlah persoalan yang akan menghambat seseorang, pada usia berapapun, untuk mempelajarinya. Syaratnya hanyalah mengubah cara belajar, disesuaikan dengan kecenderungan gaya belajar dan usianya masing-masing sehingga terasa menyenangkan dan membangkitkan minat untuk terus belajar.
Belajar membaca, menulis, berhitung, dan bahkan sains kini tidaklah perlu dianggap tabu bagi anak usia dini. Persoalan terpenting adalah merekonstruksi cara untuk mempelajarinya sehingga anak-anak menganggap kegiatan belajar mereka tak ubahnya seperti bermain dan bahkan memang berbentuk sebuah permainan.
Memang benar jika membaca diajarkan seperti halnya orang dewasa belajar, besar kemungkinan akan berakibat fatal. Anak-anak bisa kehilangan gairah belajarnya karena menganggap pelajaran itu sangat sulit dan tidak menyenangkan.
Merujuk pada temuan Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk, sesungguhnya pelajaran calistung hanyalah sebagian kecil pelajaran yang perlu diperoleh setiap anak. Cara kita memandang calistung semestinya juga sama dengan cara kita memandang pelajaran lain, seperti motorik dan kecerdasan bergaul ataupun musikal.
Penganut behaviorisme memang mencela pembelajaran baca-tulis dan matematika untuk anak usia dini. Mereka menganggap hal itu sebuah pembatasan terhadap keterampilan.
Namun demikian pelajaran calistung bisa membaur dengan kegiatan lainnya yang dirancang dalam kurikulum TK tanpa harus membuat anak-anak terbebani. Adakalanya tidak diperlukan waktu ataupun momentum khusus untuk mengajarkan calistung. Anak-anak bisa belajar membaca lewat poster-poster bergambar yang ditempel di dinding kelas. Biasanya dinding kelas hanya berisi gambar benda-benda. Bisa saja mulai saat ini gambar-gambar itu ditambahi poster-poster kata, dengan ukuran huruf yang cukup besar dan warna yang mencolok.
Setiap satu atau dua minggu, gambar-gambar diganti dengan yang baru, dan tentu akan muncul lagi kata-kata baru bersamaan dengan penggantian itu. Dalam waktu satu atau dua tahun, bisa kita hitung, lumayan banyak juga kata yang bisa dibaca anak-anak. Jangan heran kalau akhirnya anak-anak bisa membaca tanpa guru yang merasa stres untuk mengajari mereka menghafal huruf atau mengeja.
Glenn Doman menjadi pelopor dalam pengembangan metode belajar membaca dan matematika bagi anak-anak usia dini.  Glenn Doman adalah contoh lain pendobrak teori perkembangan Piaget. Doman adalah seorang dokter bedah otak. Ia berhasil membantu menyembuhkan orang-orang yang mengalami cedera otak lewat flash card. Ia membuat kartu-kartu kata yang ditulis dengan tinta berwarna merah pada karton tebal, dengan ukuran huruf yang cukup besar. Kartu-kartu itu ditampilkan di hadapan si pasien dalam waktu cepat, hanya satu detik per kata. Adanya perkembangan pada otak pasiennya membuat ia ingin mencobanya kepada anak-anak bahkan bayi.
Metode flash cards bagi sebagian besar orang adalah mustahil. Karena, bisa saja anak-anak menghafal kata-kata yang sudah diperkenalkan namun akan kebingungan ketika diberikan kata-kata baru yang belum pernah dibacanya.
Kritik terhadap flash cards memang sering dilontarkan orang, termasuk sebagian ahli psikologi. Hal itu disebabkan flash cards dianggap sebagai cara yang kurang rasional, merusak pembelajaran nalar dan logika. Flash cards berbasis hafalan, sedangkan kemampuan membaca menurut para psikolog dan orang pada umumnya harus diproses melalui tahapan-tahapan fonemik dan fonetik. Anak-anak harus terlebih dahulu mengenal huruf dan mampu membedakan bunyi, sampai akhirnya bisa menggabungkan huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata.
Itulah letak perbedaan Doman dan para pengkritiknya. Doman hanya merekomendasikan pembelajaran membaca dan matematika sekitar 45 detik per hari. Bisa kita bayangkan, betapa sebentarnya, dan kemungkinan anak-anak merasa terbebani karena metode itu sangatlah kecil. Tak heran jika anak-anak usia 2 atau 3 tahun pun sudah mahir membaca dan juga menjadi sangat suka serta tentu saja tidak menolak untuk belajar membaca dengan pendekatan tersebut.
Mengembangkan kemampuan para pendidik untuk mengajar calistung secara menyenangkan, mungkin akan lebih baik daripada melarang pelajaran calistung pada anak usia dini secara keseluruhan, tanpa memberikan solusi untuk mengatasi persoalan baca-tulis di sekolah dasar. Bukan pelajarannya yang harus dipersoalkan, tetapi cara menyajikannya.
Metode Pengajaran Membaca Anak Glenn Doman
Ada dua faktor penting dalam Metode Glenn Doman ini adalah sebagai berikut :
  • Sikap dan pendekatan orang dewasa. Syarat terpenting adalah, bahwa diantara orang dewasa dan anak harus ada pendekatan yang menyenangkan, karena belajar membaca merupakan permainan yang bagus sekali. Biasakan anak membaca dengan suatu kegemaran, bisa dibuat permainan menarik untuknya
  • Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya.
  • Jangan pernah memaksa anak untuk belajar membaca tanpa kemauan dia sendiri.
Tahap Pembelajaran
1.Untuk tahap pertama, persiapkan kertas karton kaku warna putih dan spidol besar yang ujungnya rata (selebar satu sentimeter) berwarna merah. Selain itu, juga spidol ukuran 0,5 sentimeter warna hitam. Kertas karton digunting-gunting sepanjang 60 sentimeter dengan lebar 15 sentimeter, sediakan pula yang selebar 12,5 sentimeter.
2. Tuliskan kata di atas guntingan kertas karton dengan huruf kecil (bukan kapital),huruf yang sederhana dan konsisten. Untuk tahap pertama, buatlah 15 kata di atas 15 lembar karton, dibagi menjadi tiga. Misalnya, lima lembar pertama adalah nama-nama anggota keluarga (set A), lalu lima lembar kedua bertuliskan nama-nama organ tubuh (set B), sedangkan lembar ketiga bertuliskan nama-nama bunga (set C). Yang jelas, gunakan nama-nama yang tidak asing bagi dia, terutama nama benda yang sering anak jumpai setiap hari. Dengan demikian, anak akan lebih mudah mengingatnya.
Pada hari pertama belajar, hanya ditunjukkan lima lembar pertama (set A) kepada anak dengan membacanya, tiga kali sehari. Pada hari kedua, tunjukkan dan bacakan set A dan set B, juga tiga kali sehari. Sementara pada hari ketiga, bacakan set A, B, dan C selama tiga kali sehari. Pada hari keempat, lakukan seperti hari ketiga. Ini dilakukan terus sampai kartu-kartu terbaca 15-25 kali. Perlu diingat bahwa urutan kata harus sama dari setiap setnya. Agar tidak terjadi kekeliruan, setiap kertas bisa diberi nomor di sebaliknya, sehingga waktu kita menunjukkannya kepada anak urutannya tetap sama.